Pembukaan klinik ini, Sabtu (15/11) kemarin diisi dengan diskusi seputar penanganan kasus narkoba dan pemulihannya. Hadir Ketua Pelaksana Harian Badan Narkotika Provinsi (BNP) Bali Dokter I Nyoman Sutedja, Kepala Sat Bimbingan dan Penyuluhan Direktorat Narkoba Polda Bali Ni Wayan Sri, perwakilan Rumah Sakit Jiwa Bangli, LSM yang bergerak di bidang pemulihan dan penjangkauan pecandu di Bali, pecandu narkoba, dan lainnya.
“Kami khusus melayani detoksifikasi dan pengobatan substitusi narkoba seperti subutex. Sementara terapi lanjutan seperti bersih jiwa dan sosialnya bekerja sama dengan LSM atau pihak lain. Kita tidak bisa keberja sendirian,” ujar Dokter Denny Thong, pendiri klinik ini.
Subutex adalah merek suatu obat buprenorphine yang bersifat subtitusi untuk mengurangi penggunaan heroin. Buprenorphine dipakai dengan cara sublingual, ditaruh di bawah mulut lalu ditelan dan reaksinya 24 jam sejak pertama kali mengkonsumsi.
Kalau subutex disalahgunakan dengan cara disuntikkan maka menjadi tindakan kriminal. Masalah pemulihan kecanduan ini menurut Denny Thong terlalu kompleks. “Prosesnya bersih badan lalu bebas jiwa dan kemudain bebas secara sosial. Kecanduan dibawa seumur hidup, maka kapan pun masih bisa kembali pakai.
Bisa dikontrol dengan cara dukungan dari semua segi.”
Masalah yang besar dan mematikan adalah dampak buruk narkoba seperti HIV dan hepatitis C yang diakibatkan perilaku pecandu seperti menggunakan jarum suntik bergantian.
Salah satu pecandu heroin, sebut saja Riko mengatakan cocok dengan terapi subutex sehingga mulai bisa bekerja selama dua tahun terapi ini. Hampir sepuluh tahun sejak usia 19 tahun, Riko mengaku selalu berganti-ganti metode terapi namun selalu gagal mengatasi ketergantungannya pada heroin.
“Empat teman main saya dulu sudah meninggal. Saya yakin masih punya harapan baru,” ujarnya ketika testimoni.
Ketua BNP Dokter I Nyoman Sutedja mengakui pihaknya kini mulai menaruh perhatian pada program pengobatan dan pemulihan korban narkoba. “Berdasarkan riset Badan Narkoba Nasional tahun 2004, biaya sosial dan medis pemulihan lebih besar dibanding biaya beli narkoba,” katanya.
Selama ini BNP fokus di bidang pencegahan dengan cara penyuluhan atau tes narkoba cepat.
Kasus narkoba di Bali dan secara nasional pun makin meningkat tiap tahunnya. Ia menyebutkan secara nasional, pada 2002 dilaporkan 3751 kasus dari hasil penangkapan polisi saja. Pada 2007 melonjak menjadi 22.630 kasus. “Rata-rata 41 orang meninggal per hari karena narkoba, ini sama dengan angka kecelakaan lalu lintas,” tambahnya.
Sementara di Bali adalah 150 kasus per tahunnya atau meningkat rata-rata 28%.
Jumlah temuan kasus dari pemerintah dianggap masih jauh dari angka sebenarnya. Direktur Yayasan Hatihati, Yusuf Pribadi mengatakan sejak 2008, pihaknya bisa a menjangkau pecandu narkoba sekitar 250 orang per bulan, pemakai lama dan baru.
Hati-hati adalah salah satu NGO yang melakukan penjangkauan ke pecandu narkoba yang rentan terinfeksi HIV dan penyakit menular lainnya. “Sejak tahun 1999, kami menjangkau sekitar 1500 pecandu narkoba suntikan (injecting drug users) di Bali,” ujar Yusuf.
Ni Wayan Sri yang membacakan sambutan Dirnarkoba Polda Bali menyatakan gembira adanya klinik yang membantu penanggulangan penyalahgunaan narkoba. “Pemerintah sangat terbatas untuk menyelamatkan pengguna dan mengurangi dampak buruknya,” ujarnya.
Satu setengah bulan telah beroperasi, klinik Harapan Baru ini telah dikunjungi sekitar 90 pecandu narkoba.
Tahun depan klinik ini berencana membuka studi S1 Kajian Adiksi. “Sebagian besar dokter dan aktivis belajar ke luar negeri untuk study adiksi narkoba. Bali sangat mungkin membuka study ini karena banyak yang berpengalaman dalam program ini,” terang Denny Thong, psikiater spesialis pemulihan adiksi narkoba ini. [b] - Oleh Luh De Suriyani
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !